Sabtu, 13 Maret 2010

Akuntansi VS Pajak ?

AKUNTANSI VS PAJAK??




I.PENDAHULUAN



Berdasarkan Pasal 28 ayat (1) UU Ri No. 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU. No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya ditulis KUP), WP badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.
Pasal 1 angka 29 KUP, pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba – rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
Pengertian Pembukuan meneurut KUP identik dengan pengertian akuntansi yaitu proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian dengan cara tertentu atas transaksi keuangan yang terjadi dalam perusahaan atau organisasi lain serta penafsiran terhadap hasilnya.
Tujuan penyelenggaraan pembukuan adalah untuk menghitung penghasilan neto fiskal atau rugi fiskal berdasarkan UU – Perpajakan dan peraturan pelaksanaaannya, yaitu :
*     Peraturan Pemerintah (PP),
*     Keputusan Presiden (KEPRES),
*     Keputusan atau Peraturan Menteri Keuangan,
*     Keputusan direktur Jenderal Pajak, atau Peraturan Direktur jenderal Pajak,
*     Surat Edaran Direktur Jendral Pajak,
*     Surat Direktur Jenderal Pajak,
*     Keputusan Keberatan dari Direktur Jenderal Pajak dan Putusan Banding dari Pengadilan Pajak, hanya untuk WP yang bersangkutan.
Berdasarkan Penjelasan Pasal 28 ayat (7) KUP, pembukuan dapat berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (S.A.K) pada umumnya WP menyelenggarakan pembukuan berdasarkan SAK.
Pembukuan berdasarkan SAK berlaku umum dan menghasilkan Laporan Keuangan Komersial (LKK) untuk tujuan menghitung penghasilan neto fiskal (rugi fiskal) dilakukan penyesuaian fiskal positif (negatif) berdasarkan ketentuan pajak yang berlaku.
Akuntansi Pajak adalah bagaian dari Akuntansi Umum (general accounting), sehingga WP tidak perlu membuat dua pembukuan, cukup satu pembukuan berdasarkan SAK, kemudian dilakukan penyesuaian fiskal berdasarkan ketentuan pajak yang berlaku.
Pasal 28 ayat (3) KUP; Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
Pasal 28 ayat (4) KUP, Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
Pasal 28 ayat (7) KUP; Pembukuan sekurang – kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak terutang.
Jadi pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim di pakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang – undangan perpajakan menentukan lain. Maka dengan adanya pembukuan ini dapat terlihat perbedaan yang jelas antara akuntansi dan perpajakan baik dari sisi pencatatan dan pengakuan.



    II.PEMBAHASAN

II.1. METODE PENCATATAN
II.1.1 Akuntansi :
Secara umum terdapat dua jenis metode pencatatan akuntansi :
-        Cash Basis.
Pencatatan basis kas adalah teknik pencatatan ketika transaksi terjadi dimana uang benar-benar diterima atau dikeluarkan. Dengan kata lain Akuntansi  Cash Basis adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar yang digunakan untuk pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan.
Cash Basis akan mencatat kegiatan keuangan saat kas atau uang telah diterima misalkan perusahaan menjual produknya akan tetapi uang pembayaran belum diterima maka pencatatan pendapatan penjualan produk tersebut tidak dilakukan, jika kas telah diterima maka transaksi tersebut baru akan dicatat seperti halnya dengan “dasar akrual” hal ini berlaku untuk semua transaksi yang dilakukan, kedua teknik tersebut akan sangat berpengaruh terhadap laporan keuangan, jika menggunakan dasar akrual maka penjualan produk perusahaan yang dilakukan secara kredit akan menambah piutang dagang sehingga berpengaruh pada besarnya piutang dagang sebaliknya jika yang di pakai cash basis maka piutang dagang akan dilaporkan lebih rendah dari yang sebenarnya terjadi.

-        Accrual Basis.
Basis Akrual (Accrual Basis) Teknik basis akrual memiliki fitur pencatatan dimana transaksi sudah dapat dicatat karena transaksi tersebut memiliki implikasi uang masuk atau keluar di masa depan. Transaksi dicatat pada saat terjadinya walaupun uang belum benar – benar diterima atau dikeluarkan.
Dengan kata lain basis akrual digunakan untuk pengukuran aset, kewajiban dan ekuitas dana. Jadi Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
Metode mana yang dipilih akan menentukan suatu perusahaan dalam melakukan pencatatan transaksi dalam menjalankan bisnisnya. Perbedaan dari metode tersebut diatas adalah terletak pada saat pencatatan kas masuk dan kas keluar.
Dalam metode cash basis, pendapatan diakui ketika cash diterima sedangkan beban diakui pada saat cash dibayarkan, artinya perusahaan mencatat beban didalam transaksi jurnal entry ketika kas dikeluarkan atau dibayarkan dan pendapatan dicatat ketika kas masuk atau diterima.
Berikut ini adalah ilustrasi sederhana:
PT. A menyelesaikan suatu proyek pada tanggal 31 desember 2006, tetapi PT. A menerima pembayaran pada tanggal 7 Januari 2007 atas jasa yang telah dilakukan. Akuntan lalu mencatat pendapatan kas tersebut dibulan januari tahun 2007(pada saat kas diterima) bukan pada tanggal 31 desember 2006 saat proyek selesai dikerjakan.

Sedangkan dalam metode accrual basis pendapatan diakui pada saat:
- Produk terkirim atau jasa telah dilakukan.
- Cash diterima.
- Cash akan diterima pada masa yang akan datang.

Beban dalam metode accrual basis diakui pada saat pendapatan diakui. berdasarkan ilustrasi diatas bila metode pencatatan yang digunakan adalah metode accrual basis pencatatan pendapatan dilakukan pada bulan desember 2006, pada saat pada saat proyek selesai dikerjakan bukan pada saat kas diterima begitu pula dengan pencatatan beban perusahan. Mengacu pada PSAK yang berlaku umum di Indonesia, perusahaan harus melakukan pencatatan menggunakan metode accrual basis. Secara umum laporan keuangan yang ada di Indonesia di catat berdasarkan metode accrual basis.

II.1.2. Perpajakan :
Pada pasal 28 ayat (5) KUP; pembukuan perpajakan diselenggarakan dengan stelsel accrual atau stelsel kas.
Dasar kas yang digunakan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak adalah dasra kas campuran bahkan mendekati dasar accrual, penjelasan Pasal 28 ayat (5) KUP :
a.     Penjualan meliputi seluruh penjualan baik yang tunai maupun yang bukan tunai (kredit), hal ini sama dengan dasar accrual.
b.     Harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian ( tunai atau kredit ) dan persediaan ( awal dan akhir ), hal ini sama dengan accrual.
c.     Harta yang dapat disusutkan dan hak – hak yang dapat diamortisasi, pembebanannya tidak boleh sekaligus tapi harus dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi; hal ini sama dengan metode accrual.
d.      Pasal 6 UU.PPh – 1984, dalam menentukan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto tidak dibedakan antara dasar accrual dan dasar kas.
e.     KEP – 273/PJ/1998; diganti KEP.184/PJ/2002 mulai berlaku 2001. Penghasilan bunga yang bersumber dari kredit non performing ( kurang lancar, diragukan dan macet ) diakui sebagai penghasilan pada saat bunga tersebut diterima bank (dasar kas) , hal ini sama dengan PSAK No. 13 butir 02.


II.2. METODE PENILAIAN PERSEDIAAN
II.2.1 Akuntansi:
¢  Metode LIFO (Last in-First out)
¢  Metode FIFO (First In-First Out)
¢  Metode Average (Rata-Rata)

II.2.1 Perpajakan:
¢  Metode FIFO  (First in-First Out)
¢  Metode Average (Rata-Rata)


II.3. PERBEDAAN AKUNTANSI & PAJAK
Perlakuan antara akuntansi  perpajakan terhadap suatu transaksi bisnis, dapat menimbulkan perbedaan dalam menentukan jumlah pajak yang terutang. Hal ini disebabkan perbedaan prinsip yang digunakan dalam mencatat atau melaporkan penghasilan. Perbedaan antara prinsip akuntansi dan prinsip pajak digolongkan menjadi dua:

*      Beda Tetap.
Perbedaan pengakuan suatu penghasilan atau biaya berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan dengan prinsip akuntansi yang sifatnya permanen.Beda tetap tidak memiliki dampak terhadap laporan keuangan.
Beda tetap adalah suatu jumlah yang tidak diakui oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam menghitung penghasilan kena pajak. Beda tetap tersebut meliputi secara akuntansi merupakan penghasilan, namun bukan merupakan objek PPh atau telah dikenakan PPh yang bersifat final. Sebaliknya, secara akuntansi bukan merupakan penghasilan tetapi merupakan objek pajak menurut UU Pajak Penghasilan. Demikian juga, secara akuntansi bisa dibebankan sebagai biaya tetapi tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung penghasilan kena pajak, dan sebaliknya.



 Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda tetap terjadi karena :
  • Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-undang PPh bukan merupakan penghasilan, contohnya dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan serta kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (Pasal 4 ayat 3 UU PPh)
  • Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-undang PPh telah dikenakan PPh Final, contohnya:
    • Bunga Deposito dan Tabungan lainnya
    • Penghasilan berupa hadiah undian
    • Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ atau  bangunan,
    • Penghasilan dari  usaha jasa konstruksi dan
    • Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan
    • dan sebagainya (Pasal 4 ayat 2 UU PPh)
Dalam hal pengakuan biaya/beban koreksi karena beda tetap terjadi karena menurut akuntansi komersial merupakan biaya, sedangkan menurut Undang-undang PPh bukan merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto, misalnya:
  • biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan ;
    • yang bukan objek pajak;
    • yang pengenaan pajaknya bersifat final;
    • yang dikenakan pajak berdasarkan norma penghitungan penghasilan
  • penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan  dalam bentuk natura dan kenikmatan
  • Pajak Penghasilan
  • sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang  perpajakan.
  • biaya-biaya lainnya yang menurut Undang-undang PPh tidak dapat dibebankan (Pasal 9 ayat 1 UU PPh) 
Koreksi atas beda tetap penghasilan akan menyebabkan koreksi negatif artinya penghasilan yang diakuai oleh akuntansi komersial  namun secara fiskal harus dikoreksi baik itu karena bukan merupakan objek pajak maupun karena telah dikenakan PPh final, akan menyebabkan laba kena pajak akan berkurang yang akhirnya akan menyebabkan PPh terutang akan lebih kecil.
Koreksi atas beda tetap biaya akan menyebabkan koreksi positif artinya biaya yang diakuai oleh akuntansi komersial namun  secara fiskal harus dikoreksi, akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah yang akhirnya akan menyebabkan PPh terutang akan lebih besar.
*      Beda Waktu (beda temporer)
Beda waktu adalah perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban tertentu menurut akuntansi dengan ketentuan perpajakan. Beda waktu memiliki dampak terhadap laporan keuangankarena dalam beda waktu terjadi pergeseran pengakuan pendapatan dan beban antara satu tahun pajak ke tahun pajak lainnya,jadi ada konsekuensi pajak yang harus diakui dimasa datang.
Perbedaan temporer (Time Difference) adalah perbedaan antara “Accounting Base” yaitu nilai buku atau nilai tercatat aktiva dan kewajiban menurut akuntansi dengan “Tax Base” yaitu nilai buku fiskal yang digunakan untuk menghitung penghasilan kena pajak (rugi fiskal) yang dilaporkan dalam SPT PPh Badan. Perbedaan ini muncul akibat beda metode antara akuntansi dan PPh, yang terdiri dari: penyusutan, sewa guna usaha dengan hak opsi, penyisihan kerugian piutang, penyisihan potongan penjualan, perbedaan metode penilaian persediaan (akuntansi diperkenankan menggunakan LIFO namun tidak dibenarkan untuk PPh), penilaian persediaan berdasarkan ‘harga pokok dan harga pasar mana yang lebih rendah’, penggabungan, peleburan, pemekaran berdasarkan nilai buku dan harga pasar, investasi saham berdasarkan ‘cost method’ dan ‘equity method’.
Beda Waktu merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya sementara artinya koreksi fiskal yang dilakukan akan diperhitungkan dengan  laba kena pajak tahun-tahun pajak berikutnya.
Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda waktu terjadi karena :
  • Penerimaan penghasilan cash basis untuk lebih dari satu tahun. Secara akuntansi komersial penghasilan tersebut harus dialokasi sesuai dengan masa perolehannya sesuai dengan prinsip matching cost with revenue. Sedangkan menurut Undang-undang PPh, penghasilan tersebut harus diakui sekaligus pada saat diterima.
Dalam hal pengakuan biaya koreksi karena beda waktu terjadi karena :
  • Perbedaan metode penyusutan, dimana menurut Undang-undang PPh metode penyusutan yang diperbolehkan hanya metode garis lurus dan saldo menurun
  • Perbedaan metode penilaian persediaan, dimana menurut Undang-undang PPh metode penilaian persediaan yang diperbolehkan hanya metode rata-rata dan FIFO
  • Penyisihan piutang tak tertagih, dimana menurut Undang-undang Penyisihan piutang tak tertagih tidak diperkenankan kecuali untuk usaha-usaha tertentu
Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi positif pada saat penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi negatif pada tahun-tahun berikutnya. Koreksi positif ini akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah, sedangkan koreksi negatif tahun-tahun berikutnya akan menyebabkan laba kena pajak akan berkurang. Koreksi atas beda waktu biaya dapat menyebabkan koreksi positif maupun koreksi negatif tergantung dari metode yang digunakan.

II.4. PENGHASILAN & BIAYA
II.4.1 Akuntansi:
Penghasilan:
*     Penghasilan dari usaha.
*     Penghasilan dari luar usaha.

II.4.2. Pajak:
Penghasilan :
*     Penghasilan yang menjadi objek pajak.
Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang :  
        Diterima atau diperoleh Wajib Pajak, Berasal  dari  Indonesia  maupun  dari  luar  Indonesia,Dapat  dipakai  untuk  konsumsi atau untuk   menambah kekayaan Wajib Pajak.
       Jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dlm bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU ini.
       Hadiah dari undian atau pekerjaan/kegiatan dan penghargaan.
       Laba usaha.    


       Keuntungan karena penjualan atau karena pengalih harta termasuk :
  1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham/penyertaan modal;
  2. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya krn pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota;
  3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha;
  4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menkeu, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
       Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
       Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
       Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian SHU koperasi.
       Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
       Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
       Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali  sampai dengan jumlah tertentu ditetapkan dengan PP (PP No.130 Tahun 2000).
       Keuntungan karen selisih kurs mata uang asing, selisih lebih karena penilaian kembali aktiva, premi asuransi, iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha / pekerjaan bebas, tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

*     Penghasilan yang bukan objek pajak.
       Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima Badan Amil zakat yang / lembaga Amil zakat yang dibentuk / disah kan pemerintah dan penerima zakat yang berhak.
       Harta hibahan dengan syarat tertentu.
       Warisan.
       Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
       Penggantian / imbalan dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari WP atau pemerintah.
       Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan / kecelakaan / jiwa / dwiguna dan bea siswa.

       Dividen / bagian laba yang diterima / diperoleh PT sebagai dengan nama koperasi, BUMN/ BUMD , dari penyertaan modal pada Badan Usaha yang didirikan / bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan dan kepemilikan pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut.
       Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menkeu.
       Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disyahkan oleh Menkeu dalam bidang – bidang tertentu yang ditetapkan dengan KMK.
       Bagian laba yang diterima / diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham – saham persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi.
       Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 tahun pertama sejak pendirian / pemberian ijin usaha.

*     Penghasilan dikenakan bersifat final.
·       Bunga deposito/ tabungan, diskonto SBI.
·       Jual Beli saham di Bursa.
·       Hadiah / Undian.
·       Sewa bangunan / tanah.
·       Pelayaran dalam negeri.
·       Pelayaran dan penerbangan Luar negeri.
·       Kantor perwakilan dagang asing di Indonesia.
·       Pengalihan tanah dan / atau Bangunan.


Biaya :
*     Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible expense).
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak kecuali biaya yang berkenaan dengan penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan secara final, termasuk :
- Biaya bahan baku/pembantu,
- Biaya tenaga kerja
- Biaya penyusutan fiskal dan/atau amortisasi 
- Iuran  kepada dana pensiun yg pendiriannya  telah disahkan oleh Menteri Keuangan
- Kerugian karena penjualan atau pengalihan  harta
- Kerugian dari selisih kurs    
- Biaya  penelitian  dan pengembangan perusahaan yang dilakukan  di Indonesia   
- Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan.
- Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang memenuhi syarat tertentu dengan Keputusan Dirjen Pajak.
- Penggantian pengobatan.
- Bonus atas Prestasi Kerja.

*     Biaya tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (non deductible expense).
*     Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun.
*     Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.
*     Pembentukan dana cadangan kecuali cadangan untuk jenis usaha tertentu yang ditetapkan keputusan Menteri Keuangan.
*     Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwi guna, dan asuransi bea siswa yang dibayar oleh WP orang pribadi.
*     Penggantian / imbalan pekerjaan / jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali yediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai didaerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan KEPMENKEU.
*     Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau oihak yang mempunyai hubungan istimewa.
*     Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan.
*     Pajak penghasilan.
*     Biaya yang dibebankan / dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP atau orang yang menjadi tanggungan.
*     Gaji anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
*     Sanksi administrasi dan pidana di bidang perpajakan.
*     Biaya sembako.
*     Rekreasi, piknik, olah raga.
*     Biaya pengobatan.
*     Biaya Perumahan


II.5. METODE PENYUSUTAN
II.5.1 Akuntansi:
¢  Metode garis lurus (Straight line method),
¢  Metode saldo menurun / saldo menurun ganda (Declining/Double declining Method),
¢  Metode jumlah angka tahun (Sum of years digit method),
¢  Metode jam jasa (Service hours method),
¢  Metode hasil produksi (Productive output method).

II.5.2 Perpajakan:
¢  Metode garis lurus (Straight line method)
¢  Metode saldo menurun (Declining balance method)


III.KESIMPULAN

Metode pencatatan antara akuntansi dan pajak memiliki perbedaan yang sedikit. Pada akuntansi metode pencatatan yang di gunakan menggunakan accrual basis, sedangkan perpajakan menggunakan antara keduanya yaitu cash basis atau accrual basis karena sesuai dengan Pasal 28 ayat (5) KUP.
Mengenai metode penilaian persediaannya antara akuntansi maupun perpajakan memiliki perbedaan yaitu pada akuntansi metode penilaian persediaan yang digunakan adalah Metode LIFO (Last in-First out); Metode FIFO (First In-First Out) dan Metode Average (Rata-Rata). Sedangkan pada pajak metode penilaian persediaan yang digunakan adalah Metode FIFO (First In-First Out) dan Metode Average (Rata-Rata).
Perlakuan antara akuntansi dan perpajakan terhadap suatu transaksi bisnis, dapat menimbulkan perbedaan dalam menentukan jumlah pajak yang terutang. Hal ini disebabkan perbedaan prinsip yang digunakan dalam mencatat atau melaporkan penghasilan. Perbedaan antara prinsip akuntansi dan prinsip pajak digolongkan menjadi dua:
    1. Beda Tetap : Perbedaan pengakuan suatu penghasilan atau biaya berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan dengan prinsip akuntansi yang sifatnya permanen.Beda tetap tidak memiliki dampak terhadap laporan keuangan. Contoh : pendapatan bunga, jasa giro tidak diakui sebagai pendapatan dalam pajak, biaya sumbangan, biaya jamuan tamu yang tidak diakui dalam pajak, Pajak penghasilan pasal 26 atas royalti yang ditanggung oleh pemberi hasil, Hibah dan warisan, Bunga dan deviden.
    2. Beda Waktu : Perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban tertentu menurut akuntansi dengan ketentuan perpajakan. Beda waktu memiliki dampak terhadap laporan keuangankarena dalam beda waktu terjadi pergeseran pengakuan pendapatan dan beban antara satu tahun pajak ke tahun pajak lainnya,jadi ada konsekuensi pajak yang harus diakui dimasa datang. Contoh : Perhitungan penyusutan,Piutang usaha, Selisih kurs.
Penghasilan menurut akuntansi dibagi menjadi dua yaitu : penghasilan dari usaha dan juga penghasilan dari luar usaha. Sedangkan menurut pajak, penghasilan dibagi menjadi tiga yaitu : penghasilan yang merupakan objek pajak, penghasilan yang bukan objek pajak, dan juga penghasilan yang merupakan objek pajak yang dikenakan PPh – final. Biaya menurut perpajakan dibedakan menjadi dua yaitu : Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible expense), Biaya tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (non deductible expense).
Mengenai perbedaan penyusutan antara akuntansi dan perpajakan adalah, pada akuntansi metode penyusutannya menggunakan : Metode garis lurus (Straight line method), Metode saldo menurun / saldo menurun ganda (Declining/Double declining Method), Metode jumlah angka tahun (Sum of years digit method), Metode jam jasa (Service hours method), Metode hasil produksi (Productive output method). Sedangkan apa pajak, metode penyusutan yang diperbolehkan adalah menggunakan : Metode garis lurus (Straight line method), Metode saldo menurun (Declining balance method).
Jadi antara akuntansi dan perpajakan masih terdapat perbedaan – perbedaan yang mencolok dan akan terus seperti itu dan tidak akan pernah selesai, karena masing – masing bidang memiliki peraturan yang berbeda pula sesuai ilmu masing – masing.




DAFTAR ISI



PSAK NO. 46

Pardiat.2007. Akuntansi Pajak. Jakarta : Mitra Wacana Media.
Fitriandi, Primandita. 2007. Kompilasi Undang – Undang Perpajakan Terlengkap. Jakarta : salemba Empat.

3 komentar:

  1. warnanya koq kuning,, mana bisa baca sist

    BalasHapus
  2. terimakasih,informasi yang sangat bermanfaat,jika berminat belajar pajak silakan kunjungi daftar pajak online

    BalasHapus